DEPOK – Sandi Butar Butar, petugas Damkar Kota Depok yang viral itu curhat ke Deddy Corbuzer. Sambil nangis-nangis. Mengungkapkan semua “borok” yang ada di dinas tempat kerjanya. Terkesan, betapa besarnya keresahan yang dia pendam dalam hati.
Deddy Corbuzer membuka podcast dengan langsung bertanya soal kejadian kebakaran gereja di Depok. Di mana tim Sandi menghadapi itu dengan kendaraan pemadam kendaraan (Damkar) dan alat-alatnya yang rusak. “Saat itu alat rusak? Mobil rusak?” tanya Deddy Corbuzer.
“Iya betul”, jawab Sandi cepat.
Ditanya Deddy, berapa kendaraan yang rusak saat itu? Sandi mengungkapkan bahwa rata-rata kendaraan Damkar Kota Depok kondisinya rusak. “Waktu itu rem tangan (kendaraan Damkar) se Kota Depok rata-rata blong,” tutur Sandi.
“Rem tangan rata-rata blong?” ulang Deddy seolah tak percaya.
“Iya. Tapi untuk sekarang kita gak tau juga ya. Saat itu kita kalau dibilang ngakal ngakal om,” kenang Sandi.
Lalu, saat Deddy ingin tau, kenapa Sandi mengeluh di medsos sambil menangis saat menangani kejadian kebakaran gereja, apa karena gagal?
Sandi menjawab, misi itu bisa dibilang gagal. Tapi yang paling merisaukan hatinya adalah melihat, anak-anak, ibu-ibu, bapak-bapak tempat ibadahnya terbakar. Dan mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Sementara Sandi dan kawan-kawan tidak mampu berbuat maksimal, lantaran kendaraan Damkar dan peralatannya lagi gak beres, alias rusak.
Perkiraan tim Sandi, sampai ke lokasi kejadian masih bisa menyelamatkan gereja beserta isinya. Tapi karena kendala kerusakan itu, mereka harus menghadapi kenyataan: gereja beserta isinya ludes dilalap api.
“Temen-temen yang non muslim tentu merasa sedih. Kami pun yang muslim juga sedih,” keluh Sandi.
“Kendalanya apa (saat kejadian)?” tanya Deddy.
“Waktu itu mesin PTO (power take off)-nya mampet. Mati. Tidak berfungsi. PTO itu mesin untuk mengalirkan air dari tangki ke selang. Itu yang mati,” ungkap Sandi.
“Berarti gak bisa jalan donk?” tanya Deddy memastikan.
“Keluar sih keluar, tapi seperti air kencing. Semua masyarakat saat itu marah-marah sama kita. Tapi kita jelaskan, kondisinya, syukurlah mereka bisa mengerti,” kenang Sandi sambil sesunggukan.
Sandi juga mengeluhkan statusnya yang sudah hampir sepuluh tahun mengabdi sebagai petugas Damkar, tapi masih sebagai karyawan kontrak. Itu pun gajinya juga tidak pernah utuh. Selalu dipotong cukup besar. Dari total yang harus diterima sesuai kontrak Rp 2 jutaan, dipotong Rp 400 ribuan.
Sandi dan kawan-kawan sempat menanyakan peruntukan potongan tersebut. “Katanya bayar BPJS. Menurut saya, tidak mungkin sebesar itu,” ujar Sandi.
Awalnya Sandi bisa menerima alasan pemotongan itu. Tapi, suatu saat dia menemukan fakta lain. Ketika anaknya sakit, Sandi hendak menggunakan BPJS Kesehatannya untuk menyelesaian tagihan. Ternyata kartu BPJS-nya tidak berfungsi, karena tidak pernah bayar, alias “ngeblong” angsuran.
Deddy pun nampak terkejut. “Ha? Berarti BPJS pun gak dibayarain sama Damkar? Dikorupsi uangnya?” tanya Deddy Corbuzer.
“Iya .. dan itu orangnya sudah ngandang, bendaharanya,” tutur Sandi. (Jo)