WASHINGTON, D.C. — Berawal dari mencari hobi baru saat pandemi, Nathania Dianda yang akrab disapa Nia dan tinggal di negara bagian Virginia, Amerika Serikat, memutuskan untuk menekuni dunia kaligrafi.
Nia yang memiliki latar belakang pendidikan dan pekerjaan di bidang ilmu pangan kerap mengamati seniman-seniman kaligrafi di Instagram. Ia pun lantas membeli buku kaligrafi dan mengambil kelas daring untuk mempelajarinya.
“Mereka semua tuh punya bisnis kaligrafi, bisnis art yang sukses. Omzet mereka tuh bisa sampai diatas 100 ribu US dollar per tahun. Dari aku ngeliat itu, aku jadi terinspirasi, wah, kalau misalnya mereka bisa juga, kenapa aku enggak coba? Ya, jadi ya, dari terinspirasi dari mereka, ya aku juga ikut-ikutan coba begitu deh.” Ujar Nathania Dianda kepada VOA belum lama ini.
Sejak kecil, Nia memang senang menggambar, khususnya karakter kartun. Ia pun melihat seni kaligrafi bukan hanya sekadar tulisan, namun lebih kepada teknik menggambar huruf.
“Soalnya kaligrafi itu kan banyak peraturannya yang mesti kita ikuti. Dengan perbandingan itu ya makanya kaligrafi itu sebenarnya menggambar huruf yang cantik gitu,” jelasnya.
Jika biasanya seni kaligrafi sering terlihat pada undangan atau lukisan, setelah terjun lebih dalam, Nia pun mulai melihat beragam jenis layanan kaligrafi lainnya yang bisa ia tawarkan kepada kliennya.
Perkenalkan Bisnis
Awalnya, untuk memperkenalkan bisnisnya, Nia mendatangi gerai-gerai di mal dan memberikan kartu namanya, hingga menunjukkan hasil karyanya. Ia pun lalu juga membangun website, sehingga para klien bisa menemukannya di internet.
“Kalau enggak ya rekomendasi dari artis lain. Soalnya pas aku mulai pekerjaan kaligrafi ini, aku juga connect ke artis-artis lain di daerah sini,” jelas Nia.
Nia mengaku tidak ingin bersaing dengan sesama seniman kaligrafi, namun ia menambahkan, biasanya ia kerap mendapat informasi mengenai pekerjaan jika seniman lain yang ditunjuk tengah sibuk.
Memang menjadi sebuah tantangan untuk memperkenalkan layanan unik yang ia tekuni ini, yang belum diketahui oleh banyak orang dan perusahaan.
“Jadi sekarang tantangannya itu gimana caranya kita bisa sebarin ke lebih banyak orang kalau service yang kita kasih itu benar-benar unik dan sebenarnya tuh lebih ke arah, ini tuh bakalan bikin customer mereka senang gitu ya, karena dari kita bisa membuat sesuatu yang benar-benar personal buat mereka, di depan mata mereka,” ujar Nia.
Ukir Pot dan Buah
Kini, Nia kerap dipanggil ke butik-butik mewah untuk memperagakan penulisan atau pengukiran seni kaligrafi dengan menggunakan alat khusus, pada produk-produk mereka.
“Bentuk kaligrafinya tuh enggak cuman nulis doang, kita juga bisa mengukir di (botol) parfum-parfumnya mereka, di (gelas) lilin-lilinnya mereka. Jadi semua yang mereka bisa jual itu tuh bisa di personalized gitu ya dengan nama-nama mereka,” kata Nia.
“Jadi customer mereka juga lebih seneng bisa bawa pulang sesuatu yang udah tulisannya cantik tapi diukir juga gitu, mereka bisa lihat, dan keep selamanya,” tambahnya.
Saat baru mulai terjun ke dunia kaligrafi, Nia membutuhkan waktu sekitar 5 menit untuk mengukir sebuah produk. Namun, seiring berjalannya waktu, kini ia sudah bisa mengukir dengan lebih cepat, yaitu sekitar 1 menit untuk 1 produk.
Dalam pekerjaannya Nia juga kerap mendapat permintaan yang unik, seperti mengukir 70 pot bunga yang terbuat dari kaca di sebuah acara bridal shower atau pesta untuk calon pengantin, hingga buah lemon.
“Nah, jadi sebenarnya tuh dari kreativitas klien-klien kita, mereka mau request kita personalize sesuatu apa pun itu yang mereka mau, kalau misalnya kita bisa tulis di atasnya itu, ya mereka bisa hire kita gitu,” paparnya.
Warga Amerika, Minhee Chung pernah menjadi klien Nia. Pada waktu itu Nia membuatkannya tanda nama untuk koper yang menjadi hadiah untuk para tamu di pernikahannya. Minhee mengatakan, hasil karya Nia sungguh indah dan luar biasa.
“(Para tamu) menyukai hasil karya Nia yang indah. Karyanya luar biasa, termasuk detil-detil-nya. Saya bilang kepada Nia bahwa ia bagaikan ibu peri pernikahan saya, karena telah membuat segalanya terlihat indah,” kata Minhee kepada VOA Indonesia.
Katanya, para tamu menyukai hasil karya Nia, yang menurutnya sangat bagus, luar biasa dan detil. Minhee mengatakan, Nia bagaikan ibu peri di pernikahannya, karena telah membuat segalanya tampak indah.
Rp3 Juta per Jam
Dengan bekerja minimal 4 jam, di wilayah tempat tinggalnya, Nia bisa mendapatkan penghasilan sekitar 150 hingga 200 dolar AS per jam atau setara dengan sekitar Rp2-3 juta per jam.
Tergantung pada musim, biasanya ia kebanjiran permintaan akan layanannya saat musim liburan akhir tahun, khususnya natal, dimana banyak pelanggan yang mencari hadiah.
“Di akhir tahun gitu biasanya aku sibuk banget, hampir tiap weekend, mungkin berturut-turut, 3-4 hari berturut-turut kerja,” katanya.
Walau sibuk dan terkadang pekerjaannya membuat tangannya pegal, adalah kepuasan tersendiri ketika ia bisa berinteraksi dengan para pelanggannya dan melihat mereka senang akan hasil karya kaligrafinya.
“Membuat orang lain happy, buat aku happy juga. Money-nya itu bonus sebenarnya,” kata Nia.
Banting Setir
Sama halnya seperti Nia, diaspora Indonesia kelahiran Semarang, Telisa Rossein juga menekuni bisnis kaligrafi dan ilustrasi di Toronto, Kanada, secara penuh waktu sejak tahun 2019.
Tahun 2018 saat sedang cuti hamil,Telisa yang sejak kecil suka seni dan berkreasi lalu mempelajari kaligrafi untuk mengatasi kebosanannya. Telisa yang dulunya menekuni dunia personalia merasa pekerjaannya sangat menuntut. Ia menemukan kecintaannya terhadap kaligrafi yang menurutnya bagaikan terapi.
Tahun 2019, Telisa akhirnya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya di dunia personalia yang menurutnya sangat menuntut, karena tidak ingin hal ini mengganggu kesehatan mentalnya. Ia pun banting setir dan membangun bisnis kaligrafi yang menjadi profesi utamanya.
Layanan yang ia tawarkan juga mirip dengan Nia, dimana ia melakukan pengukiran nama pada botol, parfum, alat rias wajah untuk butik-butik atau beragam jenama global ternama, atau juga menulis kaligrafi pada kartu.
Sebagai seorang kaligrafer, Telisa tidak bekerja penuh waktu setiap harinya. Pada bulan-bulan yang tidak sibuk, rata-rata Telisa mendapat 5 sampai 7 pekerjaan. Namun, pada bulan-bulan seperti November dan Desember dimana banyak perayaan hari besar, Telisa biasa mendapat sekitar 15 hingga 20 pekerjaan.
“Pekerjaan ini rata-rata membutuhkan waktu sekitar 3 hingga 5 jam per hari, tetapi minimal jam kerja saya 4 jam. Saya hanya mengambil pekerjaan dengan sekali penghasilan yang mencapai 1000 dolar Kanada (setara dengan 11,6 juta rupiah.red),” ujar Telisa yang pindah ke Kanada saat berusia 13 tahun.
“Jadi walau pekerjaannya hanya 2 atau 3 jam, tarif minimum yang saya minta untuk mengukir kaligrafi tetap sama. Namun, untuk ilustrasi, penghasilannya berbeda, bisa mencapai dua kali lipat,” tambahnya.
Tak jarang ia menemui perusahaan yang kaget akan tarif yang ia tawarkan.
“Mereka pikir (layanan ini) murah, mungkin mereka pikir ini pekerjaan dengan tariff 25 dolar per jam. Jadi saya rasa ini tantangannya. Masih banyak pendidikan yang harus dilakukan mengenai berapa nilai dari layanan ini,” jelasnya.
Hobi jadi Bisnis
Mengingat awalnya adalah hobi, Telisa mengatakan, ia harus lebih serius dalam mengerjakan apa yang kini menjadi bisnisnya, khususnya dalam hal administrasi, pemasaran, dan berjejaring, yang memakan waktu sekitar 70 persen. Sisanya adalah waktunya untuk berkreasi.
“Saya tidak pernah kesal karena mengubah hobi ini menjadi bisnis. Saya rasa yang membedakan adalah terkadang fleksibilitas dalam mendesain jadi berkurang. Tetapi saya masih bisa mengekspresikan kreativitas saya,” ujar Telisa.
Walau hobinya kini sudah menjadi pekerjaan, untungnya Telisa yang multi-talenta di bidang seni masih bisa melakukan apa yang ia suka saat merasa jenuh.
“Saya terkadang bosan dengan kaligrafi, tapi karena saya bisa melukis, menggambar potret, saya dapat mengganti keahlian yang sata lakukan, jadi tidak pernah (merasa) bosan,” kata Telisa.
Ada kalanya pekerjaannya ini mendatangkan tantangan tersendiri, khususnya saat ia harus melakukan teknik kaligrafi tertentu.
“Kaligrafi di atas kayu dimana saya harus menggunakan (teknik) woodburning (pirografi.red), (teknik ini) memakan waktu yang lebih lama (yang membuat) tangan Anda lebih cepat capek,” jelasnya.
Bekerja sambil Mengajar
Selain melakoni bisnis kaligrafi, Telisa juga membuka kelas mengukir dengan menggunakan tangan dan melukis botol. Dua kelas daring yang bisa diakses kapan pun ini berhasil menarik perhatian banyak kaligrafer di seluruh dunia, khususnya di Amerika Serikat, Kanada, Eropa, dan Australia. Setiap kelas yang bisa diakses seumur hidup ini memakan biaya sebesar 495 dolar AS atau setara dengan 7,7 juta rupiah.
“(Murid-murid saya) biasanya (adalah yang) sudah mengenal kaligrafi dan ingin meningkatkan keterampilan mereka dalam mengukir, yang menggunakan alat-alat yang berbeda. (Juga) kaligrafer yang ingin mengembangkan keahlian mereka dalam melukis botol,” ujar Telisa.
Yang terpenting dalam menjalankan bisnis kaligrafi menurut Telisa adalah tidak hanya membangun website dan mempelajari teknik SEO atau optimisasi mesin pencari, namun juga membangun jaringan dan meningkatkan kemampuan.
“Sebagian besar klien saya adalah klien tetap, dan banyak dari mereka merujuk nama saya ke (perusahaan atau merek) lain. Walau Anda sudah dipekerjakan satu atau dua kali, sangat penting untuk terus meningkatkan keterampilan Anda,” pungkas Telisa. (voa indonesia)